Rabu, 30 November 2011

IGD (Internal Group Discussion) ke-1

Bidang Penalaran dan Keilmuan HIMESBANG FE UNSOED 2011
Feat. Bidang Penelitian HIMESBANG FE UNSOED 2011

Konsep Masalah         : Agnes Rahadian Novick Valentio
Fokus Diskusi            : Ekonomika Moneter
Tema Diskusi            : “Target Inflasi 2011 Meleset diawal Perjalanan : ‘Sarapan Pagi’ Indonesia.”
Tujuan Diskusi         : Untuk menganalisa kenaikan BI rate serta dampaknya terhadap sektor
Moneter dan bagaimana proyeksi kedepan bagi perekonomian 2011.
Moderator                  : Staff Bidang Penalaran dan Keilmuan 2011.
Ruang Lingkup                 :
Inflasi, Target Inflasi oleh Bank sentral (BI) tahun 2011, Kebijakan BI dalam mengendalikan dan mempengaruhi Inflasi, Perkembangan kebijakan moneter yang diambil bank sentral (BI), Dampak Inflasi yang meningkat dan meleset dari target untuk tahun 2011, Apakah dampak ini masih tetap melekat, ketika kebijakan moneter telah dilaksanakan sampai saat in?.
 
Alur Berpikir Diskusi       :
Pengenalan Masalah    :
Bank Indonesia merupakan Bank Sentral bagi Republik Indonesia dan pula memiliki kedudukan sebagai lembaga negara yang independen.
TUJUAN DAN TUGAS POKOK BANK INDONESIA :
>> Bank Indonesia memiliki tujuan pokok (Single Objective), yaitu Mencapai dan Memelihara stabilitas nilai mata uang rupiah.
Stabilitas nilai mata uang rupiah akan dicapai dan dipelihara dari 2 (dua) sisi :
                :: External Value : ketika mata uang rupiah dibandingkan dengan mata uang negara lain.
                :: Internal Value : Ketika mata uang rupiah dibandingkan dengan Jumlah nilai barang
                                                   Dan jasa yang ada , dan tercermin pada P (Prices)/Harga.
>> Bank Indonesia memiliki tugas pokok, yaitu :
                :: Menetapkan dan Melaksanakan kebijakan moneter
Kebijakan moneter adalah kebijakan yang digunakan oleh pemegang otoritas moneter  (Bank Indonesia) untuk mempengaruhi jumlah uang yang beredar.
Ada 3 kebijakan utama dan 2 kebijakan tambahan :
:: OPERASI PASAR TERBUKA (OPEN MARKET POLICY)
:: CASH RATIO/RESERVE REQUIREMENTS/GIRO WAJIB MINIMUM (GWM)
:: DISCOUNT POLICY/POLITIK DISKONTO
Lalu,
:: KREDIT SELEKTIF
:: HIMBAUAN MORAL (MORAL SUASSION)
                :: Mengatur dan Melancarkan Sistem Pembayaran
                :: Mengatur dan Mengawasi Bank Umum

 
KONSEPSI MASALAH      :
Rapat Dewan Gubernur BI (RDG BI) meyakini inflasi dapat dijaga pada sasarannya yakni 5% ±1% untuk 2011 dan 4,5% ± 1% di 2012. Tetapi ‘menu sarapan pagi’ untuk Indonesia pada bulan Januari 2011, kiranya cukup masam untuk ditelan. Data yang ditunjukan oleh BI Inflasi IHK Januari 2011 adalah sebesar 7,02% (yoy) dan untuk bulan februari 2011 adalah sebesar 6,84% (yoy), ini menunjukan tekanan Inflasi di Indonesia untuk saat ini masih cukup tinggi.
                Awal Februari lalu Bank Indonesia (BI) menaikkan tingkat suku bunga acuan atau BI rate hingga 25 basis poin. Artinya, BI rate kini naik dari 6,5% menjadi 6,75%. Kenaikan itu merupakan kali pertama setelah 18 bulan BI mempertahankan suku bunga acuannya tersebut. Keputusan ini diambil oleh RDG BI karena berdasarkan informasi gabungan yang diperoleh BI, bahwa Inflasi sulit terkendali ketika memasuki Februari 2011 , lain halnya dengan Januari 2011, BI masih melihat Inflasi masih terkendali.
                BI juga telah Menaikkan rasio giro wajib minimum (GWM) valas dari 1% menjadi 5% mulai 1 Maret 2011 dan dari 5% menjadi 8% mulai 1 Juni 2011. Lalu pertanyaan besarnya adalah mengapa kenaikan GWM belum cukup juga untuk meredam Inflasi, sehingga BI harus repot-repot menaikan BI rate 25 basis poin?. Naiknya BI rate maupun GWM sama-sama takkan disukai oleh Bank Umum karena keduanya tidak menguntungkan untuk mereka. Kenaikan GWM hanya membuat sejumlah uang yang dimiliki bank menjadi tidak menghasilkan (idle) dan ternyata ekspektasi inflasi ke depan mulai meningkat. Peningkatan ekspektasi inflasi terutama dipicu oleh kenaikan harga volatile foods yang masih tinggi, di samping karena kenaikan harga 1918 komoditi global termasuk minyak,Inilah yang tercermin pada kenaikan harga Cabe,beras dan kedelai pada akhir 2010 dan Januari 2011 sehingga tekanan inflasi yang dialami indonesia bukan berasal dari sisi permintaannya tapi dari sisi penawarnnya yang jelas pula terbukti saat itu tidak bisa ditolong dengan impor cabe,beras dan kedelai.
Ada beberapa hal yang berpengaruh terhadap tingkat keberhasilan Impor komoditi cabe,beras dan kedelai tersebut, yang pertama adalah kenaikan harga cabe yang cukup signifikan yaitu dari rata-rata harga Rp.70.000,- per Kg di akhir perjalanan 2010 melonjak tajam ke harga rata-rata Rp. 150.000,- per kg saat menginjak awal tahun 2011, kenaikan ini ditolong dengan impor cabe dari Thailand yang harganya dibawah Cabe Lokal yakni Rp.65.000,- per Kg, namun sepertinya ‘obat’ ini tidak berefek apa-apa untuk mengobati ‘Supply Side’ Karena dari pengamatan dilapangan yaitu di pasar tradisonal konsumen beranggapan bahwa kulitas cabe impor lebih rendah daripada cabe lokal. Lalu kemudian hal yang mungkin juga berpengaruh adalah kemungkinan hadirnya fenomena Imported Inflation.
Lalu mengapa tidak cepat saja BI rate dinaikan diawal januari? . Ini merupakan suatu tindakan penyikapan yang dilakukan oleh BI saat itu dengan berusaha menahan Bi Rate tetap pada level 6,5%, pertimbangannya adalah karena BI tak ingin inflasi memicu pergerakan di cost of fund. Karena biasanya kebijakan menaikan rate ini biasanya tidak disenangi oleh bank karena Cost of fund  atas DPK (Dana Pihak Ketiga) akan semakin besar dan akan turut pula menaikan suku bunga kredit atau pinjaman sehingga resiko NPL (Non-Performing Loan) dikhawatirkan akan naik. Ketika BI rate saat itu tetap, keadaan ekonomi Internasional malah kurang menguntungkan karena negara-negara anggota ASEAN  seperti Thailand dan Malaysia menaikan suku bunga hal ini membuat rupiah menjadi melemah.
Dari sikap BI yang akan menaikkan GWM dari 5% menjadi 8% mulai 1 Juni 2011, dapat diproyeksikan Keadaan Inflasi malah akan mencapai puncaknya pada Mei-Juni ini semua tergantung asumsi keadaan iklim apakah akan ekstrem ataukah tetap normal sehingga tidak terjadi kelangkaan pada volatile food, terutama bumbu-bumbu rempah. Kalau kelangkaan ini bisa ditekan baik itu dengan penguatan ketahan pangan dalam negeri ataupun impor dan Nilai tukar jangan sampai melemah, maka kemungkinan tekanan inflasi yang tinggi , tidaklah harus ‘disantap oleh Indonesia.

Tidak ada komentar: