Kamis, 31 Mei 2012

MODUL IGD (Internal Group Discussion) Ke-2


MODUL IGD (Internal Group Discussion) Ke-2
BIDANG KEILMUAN
Biro Kajian & Pendidikan HIMESBANG FE UNSOED 2012
bersama Bidang PSDM HIMESBANG FE UNSOED 2012


Konsep Masalah                    : Ria Meinar Amalia
Fokus Diskusi                        : Ekonomika Publik
Tema Diskusi                         : “Rencana Kenaikan PTKP : Apakah Menjadi satu
Langkah Ciptakan Pertumbuhan Ekonomi dan Pemerataan Pendapatan Yang Lebih Baik?"
Tujuan Diskusi                      : Untuk menganalisa apakah rencana kenaikan batas PTKP
dapat secara efektif mendorong peningkatan pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pendapatan bagi masyarakat Indonesia.
Moderator                              : Staff Biro Kajian dan Pendidikan, Bidang Keilmuan 2012
Ruang Lingkup                     :  Pertumbuhan ekonomi vs pemerataan pendapatan,
penerimaan pajak, anggaran belanja, masyarakat miskin, tingkat daya beli masyarakat, pro kontra kenaikan batas PTKP, serta dampak kenaikan batas PTKP.



ALUR BERPIKIR DISKUSI

Pengenalan Masalah             :
            Menurut UU No. 36 Tahun 2008 Pasal 7 :
(1)   Penghasilan Tidak Kena Pajak per tahun diberikan paling sedikit sebesar:
a.       Rp15.840.000,00 (lima belas juta delapan ratus empat puluh ribu rupiah) untuk diri Wajib Pajak orang pribadi;
b.      Rp1.320.000,00 (satu juta tiga ratus dua puluh ribu rupiah) tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin;
c.       Rp15.840.000,00 (lima belas juta delapan ratus empat puluh ribu rupiah) tambahan untuk seorang isteri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1); dan
d.      Rp1.320.000,00 (satu juta tiga ratus dua puluh ribu rupiah) tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) orang untuk setiap, keluarga.
(2)   Penerapan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan oleh keadaan pada awal tahun pajak atau awal bagian tahun pajak.
(3)   Penyesuaian besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan setelah dikonsultasikan dengan Dewan Perwakilan Rakyat.

Kesenjangan ekonomi atau ketimpangan distribusi pendapatan antara kelompok masyarakat berpendapatan tinggi dan kelompok masyarakat berpendapatan rendah serta tingkat kemiskinan atau jumlah orang yang berada dibawah garis kemiskinan merupakan dua masalah besar yang dihadapi negara-negara yang sedang berkembang, tidak terkecuali Indonesia. Di negara-negara miskin, perhatian utama terfokus pada dilema kompleks antara pertumbuhan versus distribusi pendapatan. Keduanya sama-sama penting, namun hampir selalu sangat sulit diwujudkan secara bersamaan. Pengutamaan yang satu akan menuntut dikorbankannya yang lain. Pembangunan ekonomi mensyaratkan GNP yang lebih tinggi, dan untuk itu tingkat pertumbuhan yang lebih tinggi merupakan pilihan yang harus diambil. Namun, yang menjadi masalah bukan hanya soal bagaimana caranya memacu pertumbuhan, tetapi juga siap melakukan dan berhak menikmati hasil-hasilnya. Persoalan kemiskinan merupakan salah satu persoalan mendasar yang menjadi pusat perhatian pemerintah.
Defenisi kemiskinan terbagi dua :
1.      Kemiskinan relative (yang mengaju pada garis kemiskinan) yaitu suatu ukuran mengenai kesenjangan didalam distribusi pendapatan, biasanya dapat didefinisikan didalam kaitannya dengan tingkat rata-rata dari distribusi yang dimaksud. Dinegara-negara maju, kemiskinan relative diukur sebagai suatu proporsi dari tingkat pendapatan rata-rata perkapita. Standar minimum disusun berdasarakan kondisi hidup suatu negara pada waktu tertentu dan perhatian terfokus pada golongan penduduk “termiskin”, misalnya 20 persen atau 40 persen dari total penduduk yang telah diurutkan menurut pendapatan/pengeluaran. Kelompok ini merupakan penduduk relative miskin. Dengan demikian, ukuran kemiskinan relative sangat tergantung pada distribusi pendapatan/pengeluaran penduduk sehingga dengan menggunakan definisi ini berarti “orang miskin selalu hadir bersama kita”.
2.      Kemiskinan absolute (derajat kemiskinan di bawah, dimana kebutuhan-kebutuhan minimum untuk bertahan hidup tidak dapat terpenuhi. Yaitu suatu ukuran tetap didalam bentuk suatu kebutuhan kalori minimum ditambah komponen-komponen non makanan yang juga sangat diperlukan untuk survive. Kemiskinan absolute ditentukan berdasarkan ketidakmampuan untuk mencukupi kebutuhan pokok minimum seprti pangan, sandang, kesehatan, perumahan dan pendidikan yang diperlukan untuk bisa hidup dan bekerja.
Dalam 3 tahun terakhir jumlah penduduk miskin Indonesia mengalami penurunan, dari sebesar 37,17 juta (16,58%) pada tahun 2007, menjadi 34,96 juta (15,42%) pada tahun 2008, dan pada tahun 2009 angkanya menjadi 32,53 juta (14,15%).
Rasio penerimaan pajak saat ini masih dibawah rasio pajak negara miskin. Dengan PDB kita saat ini yang besarannya mencapai Rp 8.119 triliun dan posisi kita sebagai negara kelompok menengah bawah harusnya proyeksi penerimaan pajak bukan hanya Rp 1.033 tapi mencapai Rp 1.545 triliun. Indonesia sebagai negara dengan kategori kelompok negara menengah bawah, rasio pajak yang ditetapkan oleh pemerintah tahun 2012 ini hanya sekitar 12 persen, atau tujuh persen lebih kecil jika dibandingkan dengan patokan rasio yang telah distandarkan oleh Dana Moneter Internasional (IMF) sebesar 19 persen. Rasio pajak ini bahkan juga jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan rasio pajak negar kelompok negara miskin yang besarannya mencapai 14,3 persen. Dengan kata lain, ada potensi kehilangan pajak sebesar Rp 512 triliun.
Daya beli suatu masyarakat terhadap barang dan jasa kebutuhan dasar terkait dengan pendapatan dan harga barang/jasa tersebut. semakin kecil pendapatan masyarakat maka semakin rendah pula daya belinya, sedangkan semakin tinggi harga (khusus kebutuhan dasar) daya beli tidak banyak berubah. Daya beli masyarakat rendah namun keinginan membeli yang tinggi bahkan cenderung konsumtif, masyarakat dari kalangan menengah kebawah. Masyarakat tersebut tidak mampu membeli produk dengan porsi ukuran yg lebih besar meskipun bila dihitung tentu akan jauh lebih murah. mereka tidak punya pilihan karena jika membeli produk2 tersebut dengan ukuran kecil maka harganya menjadi terjangkau, mengingat mereka harus mencukupi kebutuhan hidup lainnya.

Konsepsi Masalah     :
           
            Kabar baik yang berpihak pada masyarakat berpendapatan rendah akhirnya berhembus juga. Dalam waktu dekat pemerintah berencana menaikkan batas penghasilan tidak kena pajak (PTKP) dari Rp15,8 juta per tahun menjadi Rp24 juta per tahun. Hal itu berarti pegawai negeri sipil dan pekerja swasta yang bergaji sekitar Rp2 juta per bulan tidak dikenakan kewajiban membayar pajak penghasilan. Misi dibalik kebijakan tersebut sebagai salah satu upaya mendongkrak daya beli golongan masyarakat berpendapatan rendah. Di level eksekutif kebijakan yang berbau populis itu sudah tidak ada masalah lagi, tinggal menunggu restu dari para wakil rakyat yang bermarkas di Senayan.
Masalahnya, restu dari DPR tentu harus melalui sebuah proses yang panjang sehingga hasrat masyarakat untuk menikmati gaji tanpa potongan pajak secepat mungkin masih sebatas angan-angan. Proses panjang tersebut terkait perubahan Undang-Undang (UU) No 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, namun bukan berarti tiada jalan pintas. Niat baik pemerintah itu jangan sampai tertunda. Jalan pintas yang bisa ditempuh, menurut versi Kementerian Keuangan, adalah menerbitkan aturan dalam bentuk peraturan menteri keuangan (PMK) atas persetujuan DPR. Karena itu,kita berharap regulasi yang memang menyentuh kehidupan masyarakat bawah jangan sampai menjadi komoditas politik lagi yang biasanya berakhir tanpa keputusan. Pengalaman selama ini, seringkali beberapa rumusan kebijakan dari legislatif yang berpihak kepada rakyat kecil justru layu sebelum berkembang di tangan wakil rakyat sendiri. Pengenaan kenaikan batas PTKP menjadi sebesar Rp24 juta per tahun memang akan memangkas potensi penerimaan pajak yang mencapai Rp12 triliun per tahun.
Namun, pemerintah optimistis potensi pajak yang hilang tersebut akan beralih menjadi penerimaan negara dalam bentuk lain. Sebagaimana diungkapkan Menteri Keuangan Agus Martowardojo, uang yang tidak dibayarkan wajib pajak dalam bentuk pajak akan kembali lagi ke negara dalam bentuk pajak yang lain lewat konsumsi dan investasi. Meski kebijakan tersebut masih sebatas rencana, kalangan pengusaha merespons positif. Bagi CEO Bosowa Grup Erwin Aksa, langkah itu sebuah terobosan yang memberi angin segar terhadap dunia usaha.Menurut mantan ketua umum HIPMI itu, tidak sedikit pengusaha memasukkan unsur kewajiban pajak penghasilan (PPh) dalam struktur gaji karyawan di dalam income pekerja (regular income tax) atau dengan kata lain perusahaan membayarkan PPh karyawan. Suara senada datang dari kalangan pengembang properti.
Mereka menilai kebijakan peningkatan batas pengenaan PTKP bakal berdampak langsung terhadap kemampuan cicilan masyarakat berpenghasilan rendah untuk mewujudkan rumah impian. Jadi, selintas tidak alasan bagi pemerintah maupun DPR untuk tidak segera mewujudkan kebijakan tersebut. Selain meningkatkan daya beli masyarakat bawah, juga mengurangi beban kalangan pengusaha yang harus menanggung PPh karyawan. Direktorat Jenderal Pajak tentu saja yang kena getahnya karena harus menutupi potensi pajak yang tak tertagih tersebut. Tetapi, tidak perlu khawatir sebab selama lima tahun terakhir ini seiring pertumbuhan ekonomi telah muncul kelas menengah baru yang diperkirakan bertambah 9 juta orang per tahun.
Berdasarkan versi Bank Dunia, sebanyak 56,5 persen dari total populasi Indonesia masuk kategori kelas menengah. Salah satu indikatornya, kelas menengah itu mengeluarkan uang belanja sebesar USD2 hingga USD20 per hari. Nah, masyarakat kelas menengah baru inilah yang harus menjadi fokus garapan para petugas pajak.

Kesimpulan     :
            Pendapat masih terbagi dalam dua kubu yang berbeda, yakni setuju dan tidak setuju. Keduanya memiliki argumen tersendiri yang mewakili kedua kubu ini. Kubu pro menganggap kebijakan ini merupakan kebijakan yang baik untuk menaikkan tabungan masyarakat yang dapat digunakan untuk investasi. Investasi bertujuan untuk memperluas dan meningkatkan produktivitas serta menambah lapangan pekerjaan. Kenaikan PTKP juga dapat menambah tingkat konsumsi masyarakat.
            Sedangkan kubu kontra beranggapan bahwa kebijakan untuk menaikkan PTKP tidak tepat lantaran kondisi APBN defisit. Jika kebijakan diterapkan maka akan menambah defisit negara. Selain itu juga akan memanjakan masyarakat secara berlebihan. Karena selama ini masyarakat sudah terlalu banyak diberi insentif seperti dengan adanya berbagai subsidi. Selain itu, multiplier effect yang ditimbulkan dari kebijakan ini juga sedikit untuk menambah investasi.
            Sehingga dapat disimpulkan bahwa kebijakan untuk menaikkan PTKP harus dikaji ulang dengan melihat target  masyarakat yang seharusnya menerima insentif dari kebijakan ini. Harus dilihat juga dampak negatif yang akan timbul dari kebijakan ini seperti APBN yang semakin defisit. Perlu dibuat cara-cara alternatif untuk menanggulangi dampak negatif yang timbul dari kenaikan PTKP.

Saran               :
Hal-hal yang harus dilakukan untuk menanggulangi dampak negatif dari kebijakan ini :
1.      Mengoptimalkan jumlah pajak yang diterima dari wajib pajak daripada menaikkan PTKP yang dapat berdampak bagi penurunan jumlah pajak yang diterima.
2.      Melakukan sensus pajak karena masih adanya wajib pajak yang belum terdeteksi
3.      Harus melihat konsumsi yang nantinya bertambah dari masyarakat bukan berasal dari pembelian barang-barang impor. Jika masyarakat cenderung membeli barang-barang impor, maka efek positifnya akan nihil. Harus dioptimalkan, konsumsi masyarakat dengan membeli barang-barang dalam negeri.
4.      Pemerintah harus jeli kemana insentif seharusnya diberikan
5.      Melihat kondisi saat ini dimana kaum yang dimaksud pemerintah untuk diberikan insentif malah tidak berdampak sama sekali, seperti kaum buruh. Dimana pendapatan mereka dibawah UMR dan tidak berdampak sama sekali dengan kenaikan PTKP.

Tidak ada komentar: